Umat Islam harus saling memahami dan saling menghormati pengamalan agama dalam perbedaan furu’iyah (non basic) dan tidak menjadikan perbedaan pengamalan agama tersebut sebagai sesuatu yang serius.
Demikian disampaikan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Hidayatullah, Shohibul Anwar, saat berbicara di acara training parenting di hadapan puluhan orangtua murid SD Integral Hidayatullah, Komplek Pesantren Hidayatullah Kota Depok, Jawa Barat, Sabtu (30/12/2013).
Hal itu disampaikan Anwar saat salah seorang peserta acara bertanya tentang sejumlah muslimah Hidayatullah yang mengenakan cadar. Seperti diketahui, Hidayatullah memang membuat ketentuan semua muslimahnya harus menutup aurat sesuai tuntunan agama Islam, tetapi tidak ada ketentuan harus mengenakan cadar (niqab).
“Saling menghormati dan memahami dalam pengamalan agama dalam hal furu’iyah merupakan wujud ukhuwah. Masyarakat harus tahu bahwa itu (cadar) bukan sesuatu yang serius sehingga menjadi perdebatkan,” jelas Anwar.
Anwar menjelaskan, memahami dan saling menghormati pengamalan agama dalam perbedaan furu’iyah, terlebih di tengah-tengah masyarakat, merupakan wujud ukhuwah yang perlu menjadi tradisi masyarakat Muslim.
Di Hidayatullah sendiri, kata Anwar, ada perbedaan pengamalan agama seperti itu. Ada muslimah Hidayatullah yang memakai cadar ada juga yang tak mengenakannya. Ada yang bercelana di cingkrang, ada pula yang isbal (melewati mata kaki). Kondisi semacam itu disebut Anwar hendaknya tak membuat ukhuwah Islamiyah kemudian menjadi retak sebab akan naif sekali. Apalagi, masing-masing pihak tentu memiliki landasan yang juga bersumber dari ulama.
“Sejak awal berdirinya, Hidayatullah memang tidak menganggap prioritas untuk mengungkit soal perbedaan furu’iyah di masyarakat sebab itu bukan hal prinsip. Yang penting adalah bagaimana persatuan umat,” jelas Anwar.
Direktur Persatuan Dai Nunsatara (POSDAI) ini menegaskan, selama perbedaan perbedaan pengamalan agama tersebut sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan Assunnah serta merujuk pada hujjah (landasan) dari ulama umat, maka perbedaan furu’ tersebut tak perlu dipertentangkan. Justru hendaknya dijadikan sebagai kekayaan khazanah Islam.
Anwar juga mengajak masyarakat untuk melakukan upaya penyadaran bersama bahwa soal muslimah memakai cadar atau tidak, lelaki berjenggot atau tidak, dan perkara furu’iyah lainnya, adalah sesuatu yang tak perlu dipersoalkan dan biasa-biasa saja sehingga tak perlu selalu dianggap serius.
Upaya penyadaran perlu dilakukan agar masyarakat tak melulu memandang negatif orang yang bercadar dan beratribut sejenisnya. Media, kata Anwar, melalui beritanya telah membentuk penilaian buruk terhadap pengamalan agama sebagian anggota masyarakat sehingga cadar, jenggot, dan celana cingkrang sering diidentikkan dengan pelaku terorisme.
“Hidayatullah hadir untuk menghimpun kekuatan umat, membangun kebersamaan, dan bersinergi dengan komponen umat Islam lainnya. Jadi bapak-bapak kalau di rumah silahkan cek anaknya yang sekolah di Hidayatullah, kalau ada yang ekstrim itu berbahaya,” selorohnya disambut tawa hadirin.
Anwar menjelaskan, unsur utama merekatkan ukhuwah adalah adanya kesamaan keyakinan atau keimanan. Merekatkan ukhuwah Islamiyah merupakan upaya dengan kesadaran dan keyakinan agar ukhuwah makin kuat. (Hidayatullah.or.id)